Opinions Cerita Tentang Kami Engagement Reports Join Now
Join U-Report, Your voice matters.
CERITA
Di Tengah Pandemi, Anak Muda Indonesia Tidak Berhenti Bersuara


Bayu dan Cristina tinggal di dua kota berbeda dan terpisah jarak 2.000 kilometer jauhnya. Meski demikian, mereka memiliki banyak kesamaan. Sebagai pemimpin muda, keduanya berupaya memberdayakan anak-anak muda sebaya dari Banda Aceh dan Semarang.

Motivasi mereka dalam melakukan hal tersebut beranjak dari pengalaman pribadi mereka. Di Banda Aceh, Bayu menyaksikan minimnya pengetahuan anak muda terhadap kesehatan seksual dan hak-hak reproduksi. Beberapa temannya menikah sebelum berusia 18 tahun, sementara  ada sebagian lain yang menghadapi masalah serius seperti kehamilan yang tidak diinginkan dan perkawinan usia anak.

“Mereka tidak mengerti bahwa kita punya otoritas atas tubuh kita sendiri,” kata Bayu. Ia menekankan pentingnya pendidikan tentang hak-hak seksual dan reproduksi, terutama mengingat bahwa topik ini masih dianggap tabu oleh masyarakat Aceh.


Dalam suatu forum anak yang dipimpin oleh Itin, anak-anak muda di Semarang bercerita tentang pengalaman mereka menghadapi isu kesehatan mental selama pandemi COVID-19.


Sementara itu, Cristina, atau akrab disapa Itin, resah akan isu pekerja anak di Semarang. Angka pekerja anak memang meningkat karena kesulitan keuangan yang dialami oleh banyak keluarga di Semarang, dan juga penutupan sekolah karena pandemi.Itin menyimpan kenangan masa kecil yang menyenangkan saat ia bersepeda mengelilingi lingkungan rumahnya. Namun, ia sadar, pengalamannya adalah kemewahan bagi anak-anak yang harus bekerja berjam-jam di jalanan untuk menopang kebutuhan keluarga mereka.



Itin tengah memimpin pelatihan untuk fasilitator yang akan memberikan dukungan psikososial kepada anak-anak yang kehilangan orang tuanya akibat pandemi COVID-19


“Saya selalu melihat anak-anak di jalanan, ada yang jualan koran, mengamen, atau mengemis sementara orang tuanya mengawasi dari jauh,” katanya.

“Saya khawatir akan masa depan mereka.”


Bagi anak dan remaja di Indonesia, kota adalah sebuah tempat yang penuh dengan peluang. Namun, hidup di kota juga memiliki banyak tantangan. Untuk memahami kompleksitas ini, UNICEF, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), dan Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia (PUSKAPA UI) baru-baru ini meluncurkan laporan Situation Analysis of Children and Young People in Indonesian Cities (Analisis Situasi Anak dan Remaja di Kota-Kota Indonesia).

Hasil analisis mengungkap bahwa, di kota besar dengan cakupan layanan kesehatan dan akses memadai kepada layanan publik sekalipun, masih terdapat kantong-kantong masyarakat, keluarga, dan anak-anak yang memiliki akses terbatas terhadap layanan dasar —termasuk kesehatan, pendidikan, dan bantuan sosial.

Untuk mengatasi isu-isu tersebut, UNICEF mendukung anak-anak muda seperti Bayu dan Itin melalui jaringan Mitra Muda. Mitra Muda memberikan wadah bagi remaja dan anak muda Indonesia, yang berasal dari beragam latar belakang dan minat, untuk secara aktif bekerja di tengah masyarakatnya, termasuk dengan program-program UNICEF.

“Bekerja dengan sosok pemimpin muda amat penting untuk memastikan partisipasi nyata dari mereka yang tengah mencari jalan untuk menonjolkan diri dan membawa perubahan yang nyata di dunia ,” ujar Yoshimi Nishino, UNICEF Indonesia Chief of Social Policy. “Sebab itulah, UNICEF bermitra dengan remaja dan anak muda untuk memupuk kepercayaan diri dan kemampuan kepemimpinan mereka sehingga mereka bisa mendorong partisipasi rekan-rekan sebayanya, dan suara mereka dapat didengar dalam pembuatan kebijakan di tingkat nasional dan daerah.”

Pada tahun 2018, Bayu dan teman-temannya membentuk gerakan Millennials Empowerment di bawah YouthID, suatu ruang kolaborasi bagi anak muda Aceh. Gerakan ini ingin menciptakan ruang yang aman bagi diskusi tentang berbagai isu penting bagi anak muda. Millennials Empowerment juga menyediakan kegiatan edukasi yang interaktif yang membantu remaja untuk lebih memahami kesehatan seksual dan hak-hak reproduksinya.

Melalui Millennials Empowerment dan Aceh Youth Action, Bayu dan teman-temannya berhasil menjangkau 1.250 anak muda. Mereka melakukannya melalui 81 pertemuan daring dan 350 tulisan yang diunggah ke media sosial.

Sama seperti Bayu, Itin pun berkomitmen untuk menciptakan akses yang lebih baik bagi anak yang ingin berpartisipasi dan terlibat dalam gerakan-gerakan kemasyarakatan, khususnya bagi anak yang berada di lembaga penahanan anak dan panti asuhan, serta anak tanpa pendidikan formal. Di Semarang, Itin memimpin kegiatan-kegiatan penjangkauan untuk pekerja anak—ia mengajarkan pentingnya pendidikan dan pemenuhan hak anak melalui cerita dan kegiatan interaktif.


Anak-anak yang tidak bersekolah formal sedang mengikuti kegiatan yang diasuh oleh Itin.

Itin juga bercerita bahwa dukungan UNICEF, seperti panduan tentang pelibatan anak muda dan rekomendasi pembicara yang dapat mengisi kegiatan, telah membantu Itin dan teman-temannya mengadakan kegiatan bagi 15 anak yang tidak memiliki latar belakang pendidikan formal.

Mengingat tingginya jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan pada saat ini, Itin dan Bayu percaya bahwa pemberdayaan anak muda dapat menjadi jawaban bagi isu-isu yang dihadapi anak dan remaja di kota.



Ditulis oleh Zoe Rimba, Subnational Planning Officer UNICEF

See by the numbers how we are engaging youth voices for positive social change.
EXPLORE ENGAGEMENT
UNICEF logo