Dalam keadaan darurat seperti bencana, seringkali anak-anak berhenti bersekolah, mengalami gangguan psikososial, merasa takut bahkan sampai trauma, kehilangan anggota keluarga dan mengalami risiko-risiko lainnya. Anak-anak berjuang menghadapi hal-hal tersebut sebagai akibat dari ketidakstabilan, terbatasnya sumber daya, dan ancaman kekerasan. Sulit kiranya untuk mendapatkan sumber daya bagi pendidikan dalam situasi darurat dikarenakan sekolah dan tenaga pengajar terkena dampak bencana. Padahal, pendidikan diyakini dapat menyelamatkan dan mempertahankan hidup, dengan cara memberikan perlindungan fisik bagi anak-anak, memberikan dukungan psikososial dan keterampilan juga pengetahuan untuk bertahan hidup.
Bertempat di lereng Gunung Merapi, Kaliurang, Yogyakarta, Youth for Education in Emergency (Y4EiE) Training yang diinisiasi PLAN Indonesia berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan, UNICEF Indonesia, Sekretariat Nasional Satuan Pendidikan Aman Bencana (Seknas SPAB), dan RedR Indonesia pada 12-14 Desember 2022. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan anak muda mengenai pendidikan dalam situasi darurat dan advokasi serta membentuk jejaring anak muda untuk menyuarakan isu pendidikan dalam situasi darurat baik di level nasional dan global.
Sebanyak enam delegasi Mitra Muda UNICEF Indonesia berpartisipasi penuh dalam pelatihan ini, di antaranya Akbar (Kalimantan), Alif (Jawa Timur), Eliana (Sulawesi), Engel (Ambon), Erwin (Jawa Barat), dan Hafiz (Aceh). Kegiatan ini juga diikuti oleh jejaring anak muda dari berbagai Organisasi Non-Profit dan Seknas SPAB.
Gambar 1 Peserta dan Fasilitator Y4EiE, Yogyakarta
Role play saat situasi bencana pun menjadi pembuka, di mana para fasilitator berperan sebagai aktor-aktor lapangan saat situasi bencana, serta para peserta pelatihan berperan sebagai relawan. Sesi ini berjalan dramatis akibat studi kasus yang disuguhkan cukup menguras emosi, yakni berupa bencana tsunami di daerah tertentu dan para relawan dituntut untuk dapat merespon isu lintas sektor seperti perlindungan anak, WASH pada situasi darurat, kesehatan, dan banyak lagi lainnya.
Gambar 2 Simulasi Kesiapsiagaan Bencana
“Anak muda memiliki peran yang sangat penting dalam manajemen kebencanaan, terutama dalam situasi tanggap darurat” ungkap Kak Lina Sofiani, dalam acara pembukaan Pelatihan Pendidikan dalam Situasi Darurat untuk Kaum Muda yang disampaikan secara daring.
Pengenalan pendidikan dalam situasi darurat menjadi materi pertama yang disampaikan oleh Kak Ida Ngurah dari Yayasan Plan International Indonesia. “Kita dulu harus selamat, baru kemudian menyelamatkan”, ujarnya di awal diskusi guna mempertegas konsep kerelawanan bencana. “Dalam situasi darurat seperti bencana, kemampuan bertahan merupakan yang paling pertama diajarkan, utamanya pada kelompok berisiko”, tambahnya.
Selain itu, materi mengenai standar minimum penyelenggaraan pendidikan dalam situasi darurat dan prinsip dasar kemanusiaan juga disampaikan, diantaranya Dignity (menjamin penghargaan terhadap manusia), Imparsialitas (aksi Kemanusiaan harus dilaksanakan hanya berdasarkan kebutuhan saja, dengan memberikan prioritas pada kasus yang paling mendesak dan tidak membuat pembedaan berdasarkan kewarganegaraan, ras, jenis kelamin, keyakinan agama, kelas atau pandangan politik), Netralitas (aksi kemanusiaan tidak boleh memihak atau terlibat dalam pertentangan yang bersifat politik, ras, keagamaan atau ideologis).
Sebagai pungkasan hari pertama pelatihan, para peserta diarahkan memilih minimal satu isu dalam kebencanaan yang nanti akan dikaji dan mengembangkan cara untuk mengadvokasikannya. Membuat problem dan objectives tree menjadi topik pelatihan pada hari kedua. Pada sesi ini, dilakukan secara berkelompok, para peserta secara mendalam berdiskusi dan berkonsultasi dengan para fasilitator dalam mengidentifikasi akar penyebab dari isu yang telah dipilih, menemukan dampaknya, dan mengembangkan solusinya.
Gambar 3 Pembuatan Objectives Tree dan Problem Tree
Selanjutnya, para peserta juga dibekali dengan kemampuan identifikasi aktor sekaligus teknik advokasi yang tepat melalui beberapa metode, di antaranya lobbying, campaigning, mobilizing, dan media-communication.
Pelatihan diakhiri dengan field trip ke kaki lereng gunung Merapi Yogyakarta untuk melakukan observasi, mengidentifikasi kerentanan, ancaman, dan kapasitas suatu wilayah serta mengamati dampak erupsi Gunung Merapi sekaligus dilakukan pengukuhan pembentukan jejaring anak muda yang akan menyuarakan isu pendidikan dalam situasi darurat.
Gambar 4 Delegasi Anak Muda Observasi ke Bunker Kaliadem, Yogyakarta
Selepas rangkaian Youth for Education Emergency (Y4EiE) Training, para peserta pelatihan diharuskan menyusun rencana tindak lanjut di daerah masing-masing dengan tujuan meningkatkan kesadaran mengenai kesiapsiagaan bencana sekaligus melakukan advokasi mengenai pendidikan di situasi darurat sesuai dengan rencana aksi yang sebelumnya telah disusun. Dengan adanya pelatihan dan pelaksanaan rencana tindak lanjut diharapkan dapat meningkatkan kesiapsiagaan serta ketangguhan Indonesia dalam menghadapi bencana.
Artikel ditulis oleh: Muhammad Alif Dzulfikar dan Erwin Mahendra Eka Saputra (Mitra Muda)
Disunting oleh: Tim U-Report Indonesia