Mengantar Program Kesehatan dan Gizi yang Lebih Baik melalui “Dialog Partisipatif bersama Anak Muda” dari 9 Provinsi
Berlangsung secara Daring menggunakan Zoom melalui berbagai kota di Indonesia dan Luring di kantor UNICEF Indonesia di Jakarta Selatan. Kegiatan konsultasi 5 tahunan untuk program gizi dan kesehatan pun berlangsung hidup dan penuh sesak akan cerita serta timbal balik yang membangun dan inspiratif.
Pada 19 Juli dan 16 Agustus, UNICEF Indonesia membuka pintu bagi para remaja dari sembilan provinsi untuk berbicara, berbagi ide, dan berinovasi. Dibimbing dan didampingi oleh tim UNICEF bersama Mitra Muda sebagai fasilitator dialog, di antaranya ada Alif, Daffa, Arfi, Nurul, Wilsen, Oca, Mogu, Harun, Erwin, dan Maria, 64 pemuda-pemudi ini diajak berpikir kritis atas berbagai isu kesehatan dan gizi yang mempengaruhi anak-anak dan remaja Indonesia. Dari meningkatnya tantangan kesehatan jiwa pasca COVID-19, urgensi pengendalian tembakau, hingga dampak polusi udara bagi anak-anak dan pentingnya nutrisi di 1000 hari pertama kehidupan.
Gambar 1. Para Fasilitator dan Peserta Konsultasi Program Kesehatan di Kantor UNICEF
Pada kedua sesi konsultasi ini, sesaat setelah dibukanya diskusi dan dengan pendampingan dari kakak-kakak UNICEF dari divisi kesehatan dan gizi, anak muda yang berjumlah 64 orang ini secara antusias mengikuti pendalaman materi terlebih dahulu yang disampaikan oleh Kak Artha sebagai health specialist dan Kak Ninik sebagai nutrition specialist dari UNICEF Indonesia. Dalam sesi ini, kedua kakak tersebut menyampaikan secara rinci bagaimana status kesehatan dan kecukupan gizi anak-anak di Indonesia, beberapa fokus isu yang ada, serta program-program apa saja yang dijalankan selama kurun 2018-2023.
“Polusi udara juga menjadi satu dari beberapa masalah lingkungan lain yang menyebabkan anak-anak menjadi semakin rentan yang sekaligus menjadikan Indonesia masuk ke negara dengan risiko kesehatan tinggi dengan urutan 46 dari 163 negara di dunia”, jelas Kak Artha.
Di sisi lain, Kak Ninik juga menekankan bahwa penting untuk memperhatikan kebutuhan gizi pada 1000 hari pertama perkembangan anak. “1000 hari pertama yang dimaksud meliputi 270 hari dalam kandungan serta 630 hari pada tahun pertama dan kedua pertumbuhan dan perkembangan anak”, ujarnya mendetail.
Gambar 2. Sesi Pendalaman Materi oleh Kak Ninik, Spesialis Gizi UNICEF Indonesia
Mengekor dari sesi materi, para anak muda pun lantas secara acak diarahkan untuk membentuk beberapa kelompok yang nantinya akan dipandu oleh seorang mitra muda dengan pengawasan kakak-kakak UNICEF untuk melaksanakan sesi konsultasi selama 1,5 jam dalam breakout room (Daring) sekaligus dalam beberapa ruang rapat di kantor UNICEF Indonesia seperti ruang rapat Maluku dan Manokwari.
Perbincangan antara perwakilan anak muda dengan fasilitator dan kakak-kakak UNICEF pun sangat cair. Tidak terhitung berapa pengalaman pribadi, pandangan akan isu strategis pada sektor gizi dan kesehatan, serta saran dan masukan dari anak muda Indonesia yang disampaikan dalam sesi konsultasi ini. Terlihat semua berani untuk bersuara dan berpendapat.
“Sesi konsultasi berjalan sangat baik dan seru! Para peserta sangat antusias mengungkapkan pendapat mereka terhadap pertanyaan/topik diskusi yang diberikan oleh kami Mitra Muda sebagai Fasilitator. Para peserta sesi konsultasi masih sangat muda tapi pendapat dan gagasan mereka patut diacungi jempol. Keren!”, ungkap Nurul, salah satu fasilitator dari Mitra Muda.
Gambar 3. Salah Satu Kelompok Konsultasi untuk Program Kesehatan
Berbicara soal program kesehatan yang ideal bagi anak muda, disampaikan oleh Ari dan Budi (anak muda dengan disabilitas), bahwa pendekatan isu kesehatan bisa dilakukan melalui sosial media dengan memaksimalkan fitur teks ALT misalnya agar kawan dengan disabilitas netra (penglihatan) dapat ikut menangkap isi konten kesehatan yang dimaksud. Ditambah, beberapa kelompok lain juga mendorong agar U-Report bisa merespon kata-kata yang menunjukkan situasi bahaya yang dikirim baik via WhatsApp maupun DM Instagram seperti “kekerasan” dan “pelecehan” dengan pesan dukungan disertai kontak yang dapat dihubungi misalnya call center SAPA 129 atau Komnas HAM di 08111129129.
Lalu untuk program gizi, Shafa sebagai salah satu peserta menekankan bahwa dalam rangka mengoptimalkan peran UKS di sekolah, menurutnya, pemilihan pembina berlatar belakang kesehatan ini merupakan sebuah langkah yang tidak bisa ditawar. Lebih lanjut, Shafa juga menyarankan jika pembina yang sudah ada tidak memiliki latar belakang yang relevan, maka pelatihan dari institusi terkait adalah jawabannya.
“Bayangkan saja jika ada 1 ahli gizi untuk tiap sekolah. Saya yakin ini merupakan investasi jangka panjang untuk memastikan kecukupan gizi remaja kita. Atau paling tidak, 1 ahli gizi untuk 3 sekolah untuk daerah 3T”, Alif menambahkan.
Artikel ini ditulis oleh Muhammad Alif Dzulfikar sebagai kontributor dari Mitra Muda UNICEF Indonesia.