Opinions Cerita Tentang Kami Engagement Reports Join Now
Join U-Report, Your voice matters.
CERITA
KOPRI PKC Jateng Goes to Pesantren untuk Santri yang Merdeka dari Kekerasan Seksual

Miris! Perasaaan yang selalu timbul dalam benak saya maupun teman-teman di PKC Jateng ketika mendengar kasus demi kasus kekerasan seksual bermunculan di media. Ironisnya, sering kali kasus kekerasan seksual tersebut terjadi di tempat yang seharusnya menjadi tempat aman dan juga menimba ilmu, yaitu pondok pesantren. Tapi, siapa sangka kalau tindakan seperti kekerasan seksual bisa terjadi di sana? Namun, inilah faktanya. 

Dalam upaya mengumpulkan data, KOPRI PKC Jawa Tengah mengadakan asesmen awal terhadap 13 pondok pesantren di sejumlah kabupaten/kota di Jawa Tengah. Hasil temuan kami menunjukkan bahwa mayoritas santri belum mendapatkan pemahaman yang memadai mengenai kekerasan seksual. Kami menyadari bahwa memberikan edukasi kekerasan seksual di pondok pesantren tidaklah mudah, sehingga diperlukan pendekatan dan metode yang tepat untuk menyampaikan pesan advokasi kami. 

KOPRI PKC Goes to Pesantren merupakan tajuk kegiatan advokasi kami dengan tagline Santri Merdeka dari Kekerasan Seksual yang menjadi tujuan besar dari kegiatan ini. KOPRI PKC Goes to Pesantren dilaksanakan di 13 pondok pesantren di 9 kabupaten/kota di Jawa Tengah yang sebelumnya telah kami lakukan asesmen awal. Selanjutnya, kami menyusun modul yang akan menjadi pedoman dalam melakukan edukasi ke pondok pesantren. Modul ini disusun dengan melibatkan para ahli dan aktivis pegiat pencegahan kekerasan seksual dari Fahmina Institute untuk menghasilkan materi yang substantif dan komprehensif.  

 

Gambar 1. KOPRI PKC Jateng Goes to Pesantren An Nawawi Berjan Purworejo


Kegiatan edukasi pencegahan kekerasan seksual ini diikuti oleh 1.300 santri, dengan mayoritas berusia remaja hingga dewasa awal yang tersebar di 13 pondok pesantren. Selain itu, kami menyadari bahwa membangun ekosistem pesantren yang aman dari kekerasan seksual juga harus dimulai dengan mengedukasi para pengurus di pondok pesantren. Oleh karena itu, kami juga memberikan edukasi kepada 5-10 pengurus di setiap pondok pesantren. Diharapkan, para pengurus yang telah teredukasi inilah yang akan menjadi cikal bakal satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di pondok pesantren masing-masing.  

 

Gambar 2. KOPRI PKC Jateng Goes to Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang


“Matur suwun, Mbak. Dengan kegiatan ini, kami jadi banyak belajar tentang kekerasan seksual. Kami juga jadi tahu apa yang harus dilakukan saat terjadi kekerasan seksual di pondok pesantren.” ucap salah satu santri pondok pesantren di Leteh, Rembang, usai kami memberikan edukasi di sana.  

Ungkapan tersebut menyejukkan hati kami, menguatkan harapan bahwa program ini selain akan memberikan pengetahuan, juga merubah pemikiran dan cara pandang para santri dan pengurus pesantren agar memiliki perspektif penyintas dalam melihat kasus kekerasan seksual. Dengan demikian, kami berharap kegiatan ini dapat menghilangkan stigma negatif pada penyintas dan berani untuk berdiri bersama mereka. 

“Mbak, nanti mohon bantuannya jika terjadi kekerasan di sini.” ucap salah satu pengurus di Pondok Pesantren Dhiya’ul Qur’an, Kajen, Pati usai sharing session dengan kami.  

 


Gambar 3.  KOPRI PKC Jateng Goes to Pesantren Dhiyaul Qur'an Kajen Pati

Tahapan advokasi kami selanjutnya adalah memfasilitasi pembentukan satgas penanganan kekerasan seksual. Satgas inilah yang akan menjadi garda terdepan melawan kekerasan seksual di pesantren. Dengan jaringan yang kami punya, kami akan menghubungkan satgas di setiap pondok pesantren dengan lembaga pengada layanan setempat maupun di tingkat Jawa Tengah. Oleh karena itu, jika terjadi kasus kekerasan seksual maka satgas tahu apa yang harus dilakukan untuk memitigasinya termasuk dalam mendapatkan ruang aman untuk membela hak-hak penyintas sepenuhnya. Dengan demikian, 13 pesantren tersebut bisa menjadi pelopor ruang aman dari tindak kekerasan seksual di Jawa Tengah.  

Kegiatan ini tidak hanya memberikan pembelajaran kepada santri dan pengurus pondok pesantren, tetapi juga bagi kami sebagai penyelenggara. Kami belajar bagaimana menyampaikan materi kekerasan seksual ini agar tidak dianggap tabu oleh para santri yang berasal dari latar belakang dan usia yang beraneka ragam. Kami belajar menyampaikan pesan advokasi kami kepada para pengurus pondok pesantren agar dapat diterima. Kami belajar menembus budaya pondok pesantren yang dianggap “eksklusif” dan belum terbiasa membicarakan masalah kekerasan seksual untuk kemudian menjadikan isu ini sebagai kepedulian bersama. Dengan demikian, kami belajar menghimpun kekuatan bersama untuk melawan kekerasan seksual di pondok pesantren.  

Kami berharap kegiatan ini dapat menjadi pemicu kesadaran pencegahan kekerasan seksual di lingkungan pesantren. Hal yang menjadi apresiasi bagi kami adalah antusiasme pondok pesantren untuk terlibat dalam kegiatan ini ternyata melebihi ekspektasi kami. Banyak pondok pesantren diluar target kami yang meminta untuk diberikan edukasi juga. Kami berharap kegiatan ini dapat menjangkau seluruh pondok pesantren di Jawa Tengah sehingga memberikan dampak yang lebih luas terhadap banyak orang. Kami juga percaya bahwa melawan segala bentuk kekerasan adalah tanggung jawab semua pihak dan lembaga pendidikan harus menjadi ruang aman untuk generasi penerus bangsa khususnya pondok pesantren. Oleh karena itu, upaya ini harus dimulai oleh diri kami sendiri, di lingkungan terdekat kami, yaitu pondok pesantren. 

 

Penulis: Tim KOPRI PKC Jawa Tengah
Editor: M. Aldi Rahman & Imam Soedardji


See by the numbers how we are engaging youth voices for positive social change.
EXPLORE ENGAGEMENT
UNICEF logo