Sebelum melangkah ke panggung internasional di Kolombo, Sri Lanka, Reza telah berperan penting dalam membentuk bagaimana anak muda dapat berkontribusi pada evaluasi pembangunan di Indonesia. Sebagai Mitra Muda sekaligus anggota Evaluation Reference Group (ERG) UNICEF Indonesia untuk Country Programme Evaluation (CPE), Reza bekerja bersama evaluator, perwakilan pemerintah, dan masyarakat sipil untuk memastikan perspektif anak muda benar-benar terlibat dalam menilai kinerja UNICEF di Indonesia. Keterlibatannya dalam proses nasional ini—terutama saat turut memfasilitasi sesi partisipatif bersama remaja menggunakan CPE Circles Toolkit—menunjukkan kemampuannya menjembatani evaluasi teknis dengan pengalaman nyata anak muda, khususnya mereka yang tinggal di daerah terpencil.
Landasan inilah yang kemudian membawa Reza mendapat kesempatan mewakili pemuda Indonesia di Evaluation Conclave 2025 di Kolombo, salah satu pertemuan terbesar para profesional evaluasi di Global South. Lebih dari 200 peserta dari 32 negara—terdiri dari akademisi, anggota parlemen, badan PBB, LSM, hingga pemimpin muda—berkumpul dengan tema: “Future-Ready Evaluation: Integrating Voices and Localizing Evaluation for Global Impact”.
Gambar 1. Reza dan Delegasi Youth pada Lokakarya bersama perwakilan UNICEF Headquarter
Dari Sulawesi Selatan menuju ruang konferensi di Kolombo, Reza hadir membawa pesan tentang inklusi, hak-hak, dan masa depan evaluasi. Baginya, menghadiri acara ini bukan sekadar soal hadir, tetapi juga soal advokasi.
Pada hari pertama, Reza mengikuti lokakarya peningkatan kapasitas anak muda yang dipimpin oleh UNICEF Headquarters. Diskusi mendalam membahas tentang Youth Participatory Evaluation dan Transformative Participatory Evaluation. Dari sini, Reza mulai melihat evaluasi bukan hanya sekadar latihan teknis, tetapi juga proses transformatif yang bisa menggeser kekuasaan dan mendorong perubahan sosial. Salah satu pernyataan yang paling membekas baginya adalah:
“Jika anak muda tidak terlibat dalam evaluasi, itu berarti kita akan kehilangan masa depan evaluasi – Marco Segone".
Pernyataan tersebut terasa begitu relevan. Berasal dari komunitas pedesaan di mana suara anak muda sering diabaikan, Reza merasakan tanggung jawab baru untuk memastikan suara tersebut—yang lahir dari pengalaman nyata—dapat terdengar di ruang pengambilan keputusan.
Gambar 2. Panel Diskusi terkait tantangan Regional dan Global mengenai Evaluasi
Hari kedua Conclave membahas bagaimana desain evaluasi yang berpusat pada anak muda dan penggunaan alat digital dapat meningkatkan inklusivitas sekaligus efektivitas biaya. Reza merenungkan berbagai hambatan seperti norma budaya, perbedaan bahasa, hingga hierarki kekuasaan yang kaku. Menurutnya, inklusi sejati tidak hanya sekadar “duduk di meja”, tetapi juga berbagi kekuasaan dalam pengambilan keputusan.
Puncaknya terjadi pada hari ketiga saat Reza menjadi pembicara dalam sesi panel internasional “Youth at the Center: Advancing Rights and Results through Meaningful Participation in Evaluations” yang diselenggarakan UNICEF dan Universalia. Ia membuka dengan membacakan puisi tradisional dari daerah asalnya, menciptakan jembatan emosional antara akar lokal dan audiens global.
Dalam sesi ini, Reza berbagi pengalaman bersama ERG dan menyoroti bagaimana inisiatif berbasis lokal seperti Adolescent Circle Kit di Makassar diadaptasi untuk kepentingan evaluasi nasional. Ia menyerukan agar peran anak muda diperluas, tidak hanya sebagai pihak yang diajak konsultasi, tetapi juga sebagai pihak yang ikut bertanggung jawab dan terlibat dalam pengambilan keputusan evaluasi. Peserta dari Sri Lanka dan negara lain menunjukkan minat untuk meniru pendekatan Indonesia—tanda nyata bahwa kontribusinya telah memicu ketertarikan internasional.
Gambar 3. Reza dan para pembicara pada Panel Youth at the Center: Advancing Rights and Results through Meaningful Participation in Evaluations
Pusat dari presentasinya adalah CPE Circles Toolkit—alat evaluasi partisipatif yang dikembangkan UNICEF Indonesia untuk memperkuat keterlibatan anak muda dalam Country Programme Evaluation. Toolkit ini memungkinkan remaja dan pemuda menjadi produsen pengetahuan, mendorong dialog lintas generasi, serta menghasilkan masukan bagi program yang lebih baik. Meski awalnya dirancang untuk CPE, strukturnya yang fleksibel memungkinkan untuk digunakan pada evaluasi program lainnya.
Salah satu aktivitasnya adalah Rating Satisfaction, di mana peserta diminta menilai secara anonim sejauh mana UNICEF atau mitra lainnya berhasil mengatasi tantangan yang telah diidentifikasi sebelumnya. Dengan menggunakan skala visual dari wajah bahagia hingga sedih serta contoh tertulis, peserta bisa menyampaikan penilaian sekaligus alasannya—mendorong umpan balik yang jujur dan inklusif.
Menatap ke depan, Conclave ditutup dengan refleksi tentang perjalanan 10 tahun EvalYouth dan sebuah pesan yang jelas: anak muda bukan hanya masa depan evaluasi, tetapi juga bagian penting dari masa kini. Reza juga mengikuti sesi tentang peran kecerdasan buatan dalam evaluasi, dengan catatan bahwa teknologi harus digunakan untuk memperkuat keadilan, bukan menggantikan penilaian manusia.
Gambar 4. Reza di Penutupan Evaluation Conlcave 2025
Bagi Reza, Kolombo bukanlah akhir perjalanan, melainkan awal babak baru. Ia berkomitmen untuk:
Melokalisasi alat evaluasi partisipatif bersama jaringan seperti Mitra Muda,
Mendokumentasikan praktik terbaik untuk mendorong perubahan sistemik,
Mengadvokasi keterlibatan evaluator muda dalam dialog kebijakan nasional,
Mempromosikan penggunaan CPE Circles Toolkit dalam berbagai konteks.
Meskipun mandat ERG untuk Country Programme Evaluation telah selesai, Reza percaya UNICEF Indonesia dan mitra lainnya harus terus bekerja bersama anak muda sebagai mitra setara dalam evaluasi, sekaligus mendukung pemerintah untuk melakukan hal yang sama.
Penulis: Andi Reza Zulkarnain
Editor: M. Aldi Rahman & Imam Soedardji