Opinions Cerita Tentang Kami Engagement Reports Join Now
Join U-Report, Your voice matters.
CERITA
Project Sister Empowerment: Aksi Anak Muda Lawan Kekerasan di Tanah Papua

Dari Januari hingga Juli 2024, sebanyak 7.842 kasus kekerasan terhadap anak mengguncang masyarakat kita. Angka ini bukan hanya sekadar statistik; terdapat 1.930 anak laki-laki dan 5.552 anak perempuan yang menjadi korban. Lebih mengejutkan lagi, kekerasan seksual menempati urutan pertama dalam jumlah korban terbanyak sejak tahun 2019 hingga 2024 (Kemenppa, 2024). Bayangkan, setiap angka ini mewakili seorang anak yang menderita, mengalami trauma, dan memerlukan dukungan untuk pulih. 


C:\Users\A C E R\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\IMG_3947.jpg 

Gambar 1. Siswa SMAN 2 Jayapura menyampaikan pendapatnya mengenai topik kekerasan terhadap remaja 


Dalam situasi yang penuh tantangan ini, program Sister Empowerment dukungan dari UNICEF, Dinas Pendidikan, dan DP3AKB hadir sebagai sebuah langkah konkret untuk mengatasi masalah kekerasan. Menurut Eleanor Roosevelt, “Education is the cornerstone of liberty and progress. It is through education that we can hope to eliminate violence and inequality”. Dari kutipan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa pendidikan yang baik memungkinkan seseorang untuk terhindar dari kekerasan, baik sebagai korban maupun pelaku. Inilah yang menjadi landasan bagi proyek pemberdayaan anak remaja perempuan. Memberdayakan remaja berarti memberi mereka kekuatan di masa produktifnya, sehingga mereka bisa mencapai banyak prestasi gemilang. Ketika remaja kita diberdayakan dan teredukasi dengan baik, mereka tidak hanya mampu menghindari kekerasan, tetapi juga bisa menjadi agen perubahan yang membawa kemajuan dan kesejahteraan bagi masyarakat. 

Melihat situasi ini, Independent Youth from Papua (IYFP) menginisiasi proyek bernama Project Sister Empowerment. Proyek Yang dilaksanakan dengan kerjasama UNICEF, Dinas Pendidikan dan DP3AKB Kota Jayapura ini, mendukung pelaksanaan kegiatan Project Sister Empowerment serta memberikan kontribusi signifikan dalam mencapai target dan memperluas dampak program. Dalam sesi inspirasi di lima sekolah, para champion (sebutan bagi anak muda yang tergabung dalam Project Sistem Empowerment) mengadakan banyak diskusi dengan para peserta didik. Salah satu peserta didik mengaku bahwa ketika SMP dia adalah pelaku bully yang menyebabkan teman kelasnya yang disabilitas pindah sekolah. Melalui sesi inspirasi ini, dia sadar bahwa perbuatannya salah. Dia menyesal tidak mendukung dan merangkul temannya, yang seharusnya bisa berprestasi bersama, baik secara akademik maupun non-akademik. Beberapa peserta didik perempuan juga berbagi pengalaman mereka tentang perlakuan tidak menyenangkan, seperti tali bra mereka yang sering ditarik oleh teman perempuan mereka sendiri. Meskipun pelaku menganggapnya sebagai candaan, korban merasa dilecehkan. Diskusi ini membuka mata para peserta didik bahwa tindakan tersebut tidaklah pantas, dan mereka berjanji untuk tidak melakukannya lagi. 


C:\Users\A C E R\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\IMG_3307.jpg 

Gambar 2. Kampanye pencegahan kekerasan terhadap anak  di SMKN 3 Jayapura 

Ada juga seorang peserta didik yang mengungkapkan bahwa dia adalah korban kekerasan seksual oleh keluarganya sendiri. Dia merasa sesi inspirasi ini sangat informatif, memberikan pengetahuan tentang tempat pengaduan dan dukungan. Kini, dia merasa lebih kuat karena memiliki champion sebagai tempat bercerita dan mencari dukungan. Melalui proyek ini, para champion menyadari bahwa banyak kasus kekerasan yang dialami peserta didik di sekolah, namun mereka tidak tahu ke mana harus melapor. Selain itu, kurangnya edukasi tentang bentuk-bentuk kekerasan membuat banyak peserta didik menganggap tindakan mereka hanyalah candaan. Hal ini menambah pemahaman para champion tentang tingginya angka kekerasan pada anak. 

Selama sesi inspirasi, para champion menghadapi beberapa kendala. Salah satu sekolah yang direkomendasikan oleh dinas pendidikan tidak memberikan waktu untuk sesi inspirasi, namun hal ini telah dilaporkan dan akan ada penggantian sekolah. Antusiasme peserta didik yang sangat tinggi yang kadang membuat para champion kewalahan, tetapi dengan bantuan dari OSIS dan guru pendamping sangat kegiatan terlaksana dengan lebih baik. Beberapa champion juga masih merasa gugup saat menyampaikan materi, namun dengan adanya semangat dan dorongan dari sesama tim, mereka akhirnya mampu melihat ini sebagai kesempatan untuk mengasah kemampuan public speaking. Antusiasme para remaja terhadap isu pencegahan kekerasan sangatlah tinggi. Mereka merasa nyaman berbagi cerita dengan para champion karena usia mereka yang relatif dekat. Sekolah-sekolah juga sangat mendukung program ini, dengan dua sekolah sudah merencanakan program pencegahan kekerasan dan membuat komitmen aksi melalui tanda tangan komitmen. 


C:\Users\A C E R\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\IMG_3824.jpg 

Gambar 3. Sesi pemaparan materi kekerasan anak yang disampaikan oleh champion kepada siswa SMA Muhammadiyah Jayapura 

Hasil dari sosialisasi yang dilakukan melalui Project Sister Empowerment, para champion berencana untuk melaporkan hasil sesi inspirasi kepada UNICEF, Dinas Pendidikan, DP3AKB, dan kepala sekolah, agar mereka terinformasidengan temuan-temuan dari para peserta didik. Selain itu, Para champion juga akan mengadakan forum guru untuk memetakan permasalahan di sekolah dari sisi guru dan mencari strategi penyelesaian yang efektif. Dengan demikian, diharapkan proyek ini tidak hanya mengedukasi para peserta didik, tetapi juga membuka mata semua pihak tentang pentingnya dukungan dan tindakan nyata dalam pencegahan kekerasan di sekolah. 

Penulis: Pretty
Editor: M. Aldi Rahman & Imam Soedardji

See by the numbers how we are engaging youth voices for positive social change.
EXPLORE ENGAGEMENT
UNICEF logo